Selasa, 02 April 2013

It's (Not) Called Homeland


Entah ada angin apa, malam ini saya mendadak ingin membuka folder di laptop yang berisi video-video traveling dan jari-jari diatas mouse ini langsung mengarahkan kursor menuju sebuah video dari Hifatlobrain.net yang berjudul  Homeland dan meng-kliknya.




Ingatan saya kembali melayang kebelakang, mungkin 5 atau 6 bulan yang lalu, saat saya dan beberapa kawan mempunyai mimpi untuk membuat video tentang perjalanan dan tempat-tempat wisata yang ada di kota dimana saat itu kami tinggal, Yogyakarta. Tidak muluk-muluk, sebab kami yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa terpentok urusan dana, waktu, dan lain sebagainya.

Sambil mengisi waktu, sebab diantara kawan saya ada yang sedang menunggu panggilan kerjaan, melamar kerjaan disana-sini, sedang saya sendiri masih harus kuliah mengurus skripsi yang ga kelar-kelar juga, akhirnya kami sempat membuat beberapa video pendek tentang kota Yogyakarta. Video pendek yang dibikin secara sederhana dengan alat seadanya dan diedit dengan kemampuan yang kami sebisa mungkin. Akhirnya, jadilah video tersebut yang kemudian kami upload ke youtube dan blog.

Suatu waktu, secara tiba-tiba tercetus ide dan pikiran dari seorang kawan untuk mencoba membuat film pendek. Ide yang kemudian dipresentasikan kepada kawan-kawan yang lain dan semuanya setuju untuk mencoba menjalankan ide konyol yang muncul secara mendadak tersebut. Jalan cerita dibuat, script dimatangkan, pemain juga udah dipilih dari kawan-kawan yang ada saat itu.

Manusia hanya bisa berencana, Tuhan lah yang menentukan. Filosofi yang saya sendiri bahkan tidak akan membantah. Ide yang tinggal jalan hanya berakhir dengan coretan-coretan rencana saja sebab beberapa kawan saya waktu itu ada yang mendapatkan panggilan kerjaan dan diterima. Akhirnya, proyek film pendek kami sepakat dihentikan hingga entah kapan kami bisa berkumpul kembali.

Saya sendiri, masih setia dengan kota ini sampai batas waktu yang belum tentu disaat kawan-kawan saya sudah merasakan kehangatan kota-kota lain di Indonesia untuk berjuang mengisi dompetnya dengan lembaran-lembaran rupiah. Mungkin, kota ini masih sayang dan enggan melepaskan saya keluar dari nyamannya kota ini. Mengutip dari kalimat seorang kawan, “Kota ini bukan rumahku, kota ini surgaku”. Ya, kota ini terlalu nyaman untuk ditinggalkan meskipun pada waktunya saya juga akan segera meninggalkan kota ini. Pulang ke rumah saya sebenarnya. Dan pada waktunya, kami semua , yang pernah bersama-sama berjuang menuntut ilmu disini, akan berkumpul kembali sejenak untuk bercerita tentang sebagian mimpi-mimpi yang sudah terealisasikan dan mengusir kerinduan akan suasana kota ini.

  "No one realizes, how beautiful it is to travel. Until he comes home – Homeland (Hifatlobrain.net)"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar