Entah ada angin apa, malam ini
saya mendadak ingin membuka folder di laptop yang berisi video-video traveling
dan jari-jari diatas mouse ini langsung mengarahkan kursor menuju sebuah video
dari Hifatlobrain.net yang berjudul
Homeland dan meng-kliknya.
Ingatan saya kembali melayang kebelakang,
mungkin 5 atau 6 bulan yang lalu, saat saya dan beberapa kawan mempunyai mimpi
untuk membuat video tentang perjalanan dan tempat-tempat wisata yang ada di
kota dimana saat itu kami tinggal, Yogyakarta. Tidak muluk-muluk, sebab kami
yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa terpentok urusan dana, waktu,
dan lain sebagainya.
Sambil mengisi waktu, sebab
diantara kawan saya ada yang sedang menunggu panggilan kerjaan, melamar kerjaan
disana-sini, sedang saya sendiri masih harus kuliah mengurus skripsi yang ga
kelar-kelar juga, akhirnya kami sempat membuat beberapa video pendek tentang
kota Yogyakarta. Video pendek yang dibikin secara sederhana dengan alat
seadanya dan diedit dengan kemampuan yang kami sebisa mungkin. Akhirnya,
jadilah video tersebut yang kemudian kami upload ke youtube dan blog.
Suatu waktu, secara tiba-tiba
tercetus ide dan pikiran dari seorang kawan untuk mencoba membuat film pendek. Ide
yang kemudian dipresentasikan kepada kawan-kawan yang lain dan semuanya setuju
untuk mencoba menjalankan ide konyol yang muncul secara mendadak tersebut.
Jalan cerita dibuat, script dimatangkan, pemain juga udah dipilih dari
kawan-kawan yang ada saat itu.
Manusia hanya bisa berencana,
Tuhan lah yang menentukan. Filosofi yang saya sendiri bahkan tidak akan
membantah. Ide yang tinggal jalan hanya berakhir dengan coretan-coretan rencana
saja sebab beberapa kawan saya waktu itu ada yang mendapatkan panggilan kerjaan
dan diterima. Akhirnya, proyek film pendek kami sepakat dihentikan hingga entah
kapan kami bisa berkumpul kembali.
Saya sendiri, masih setia dengan
kota ini sampai batas waktu yang belum tentu disaat kawan-kawan saya sudah
merasakan kehangatan kota-kota lain di Indonesia untuk berjuang mengisi
dompetnya dengan lembaran-lembaran rupiah. Mungkin, kota ini masih sayang dan
enggan melepaskan saya keluar dari nyamannya kota ini. Mengutip dari kalimat
seorang kawan, “Kota ini bukan rumahku, kota ini surgaku”. Ya, kota ini terlalu
nyaman untuk ditinggalkan meskipun pada waktunya saya juga akan segera
meninggalkan kota ini. Pulang ke rumah saya sebenarnya. Dan pada waktunya, kami
semua , yang pernah bersama-sama berjuang menuntut ilmu disini, akan berkumpul kembali sejenak untuk bercerita tentang sebagian
mimpi-mimpi yang sudah terealisasikan dan mengusir kerinduan akan suasana kota
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar